KPK Kembali Perpanjangkan Penahanan Eks Menteri Sosial Juliari Batubara -->

Advertisement

Advertisement

KPK Kembali Perpanjangkan Penahanan Eks Menteri Sosial Juliari Batubara

Jumat, 05 Maret 2021


PEWARTAONLINE.COM, JAKARTA
- Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memperpanjang penahanan mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara. Selain Juliari, tim penyidik juga memperpanjang penahanan Adi Wahyono, pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kemensos.


Keduanya merupakan tersangka kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan virus Corona Covid-19 di Kemensos untuk wilayah Jabodetabek tahun anggaran 2020.


"Hari ini (5/3/2021) tim penyidik KPK kembali memperpanjang penahanan Rutan selama 30 hari berdasarkan penetapan Ketua PN Jakarta Pusat yang kedua dimulai tanggal 6 Maret 2021 sampai 4 April 2021 untuk dua tersangka," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (5/3).


Ali mengatakan, Juliari masih akan mendekam di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur, sementara Adi Wahyono di Rutan Polres Jakarta Selatan. "Perpanjangan penahanan dilakukan karena tim penyidik masih memerlukan waktu menyelesaikan proses penyidikan dan pemberkasan perkara para tersangka tersebut," kata Ali.


Sebelumnya, KPK menetapkan mantan Mensos Juliari Peter Batubara dan empat orang lainnya sebagai tersangka suap terkait program bantuan sosial penanganan virus corona (Covid-19) di wilayah Jabodetabek tahun 2020. Keempat tersangka lainnya, yakni: pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, serta Ardian I M dan Harry Sidabuke selaku pihak swasta.


KPK menduga, berdasarkan temuan awal, Juliari menerima Rp 10 ribu per paket sembako seharga Rp 300 ribu. Namun menurut KPK, tak tertutup kemungkinan Juliari menerima lebih dari Rp 10 ribu. Total uang yang sudah diterima Juliari Rp 17 miliar.


KPK juga menduga Juliari menggunakan uang suap tersebut untuk keperluan pribadinya, seperti menyewa pesawat jet pribadi. Selain itu, uang suap tersebut juga diduga dipergunakan untuk biaya pemenangan kepala daerah dalam pilkada serentak 2020. (mdk)