Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo.
PEWARTAONLINE.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo dengan pidana lima tahun penjara. Hakim juga menjatuhkan pidana denda sebesar Rp400 juta subsider tiga bulan kurungan.
Hal tersebut sebagaimana vonis yang dibacakan Hakim Ketua Albertus Usada saat sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (15/7). Dengan menyatakan Edhy terbukti terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sesuai dakwaan alternatif pertama.
Edhy dinilai terbukti menerima suap Rp25,7 miliar terkait izin ekspor benih bening lobster (BBL)/benur. Duit suap itu diberikan guna mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor BBL kepada PT DPPP dan para eksportir BBL lainnya.
"Dua menjatuhkan hukuman pidana selama lima tahun dan denda sejumlah Rp400 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti denda kurungan selama tiga bulan," kata Albertus saat bacakan amar putusan.
Selain itu, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa kewajiban membayar pengganti sebesar Rp9,68 miliar dan 77 Ribu Dolar AS yang disesuaikan dengan uang yang telah dikembalikan terdakwa.
"Apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap maka harta bendanya disita oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut. Apabila harta benda terdakwa tidak mencukupi uang maka diganti hukuman dua tahun penjara," ujar hakim.
Dari vonis tersebut, Albertus menyampaikan hal-hal yang memberatkan yakni terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Selain itu, terdakwa selaku penyelenggara negara yaitu menteri kelautan dan perikanan tidak memberikan teladan yang baik dan terdakwa telah menggunakan hasil tindak pidana korupsi.
"Hal meringankan terdakwa berlaku sopan selama pemeriksaan di persidangan. Belum pernah dihukum. Sebagian harta benda terdakwa yang diperoleh dari tindak pidana korupsi telah disita," katanya.
Selain pidana badan dan denda, Edhy juga dijatuhi hukuman berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun sejak selesai menjalani masa pidana. Seluruh hukuman tersebut sebagaimana Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP,
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, terdakwa kasus suap perizinan ekspor benih lobster atau benur, dengan hukuman penjara lima tahun dan denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan.
"Menyatakan terdakwa Edhy Prabowo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP," tutur jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (29/6).
Jaksa juga menuntut Edhy Prabowo dengan membayar uang pengganti sejumlah Rp 9.687.447.219 dan 77 ribu USD dikurangi seluruhnya dengan uang yang sudah dikembalikan. Dia dinilai telah terbukti menerima suap Rp 25,7 miliar terkait izin ekspor benih bening lobster atau benur.
"Pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun sejak terdakwa selesai menjalani masa pidana pokok," lanjut jaksa.
Jaksa mempertimbangkan sejumlah hal dalam tuntutannya. Yang memberatkan adalah, Edhy Prabowo dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
"Hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan dalam persidangan, belum pernah dihukum, sebagian aset sudah disita," jaksa menandaskan. (red)