Jakarta - Komunitas Pengguna KRL Jabodetabek (KRL Mania) menyerukan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegur Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi akibat usulan pembedaan tarif KRL untuk orang kaya dan miskin.
KRL Mania berpendapat pengguna KRL dan angkutan umum massal lainnya sebenarnya adalah pahlawan transportasi, anggaran, dan iklim. Karena itu, tak seharusnya tarif bagi pengguna KRL digolongkan menjadi orang kaya dan miskin.
"Pengguna KRL adalah mereka yang rela menggunakan angkutan umum untuk memperlancar jalan di Jabodetabek. Sebagian pengguna memilih meninggalkan kenyamanan kendaraan pribadi dan berdesakan di KRL," Humas KRL Mania Gusti dalam keterangan resmi, Jumat (30/12).
Selain itu, kata Gusti, penggunaan transportasi massal seperti KRL mengurangi lonjakan subsidi BBM dan kompensasi yang tahun ini saja dianggarkan lebih Rp260 triliun. Jika pengguna KLR kembali beralih ke transportasi pribadi, maka anggarannya bisa lebih besar.
"Dapat dibayangkan lonjakan APBN jika pengguna KRL sejumlah sekitar 800 ribu itu beralih menggunakan kendaraan pribadi, serta mengisi pertalite dan biosolar subsidi," jelasnya.
Ia menambahkan pengguna transportasi umum, termasuk KRL, mampu mengurangi emisi karbon di Jabodetabek. Menurut data, total emisi karbon dari sektor transportasi di Jakarta saja mencapai 182 juta ton. Di mana pemakaian satu liter mobil bensin mengeluarkan emisi sekitar 2,3 kg karbon.
"Praktik pembedaan tarif akan menyebabkan kerumitan. Selain kriteria yang tidak jelas, dapat terjadi kekacauan karena ada yang merasa berhak untuk duduk atau perlakuan lebih lain. Akan ada keributan antara 'kaya' dan 'miskin', yang diakibatkan kebijakan tersebut," ungkapnya.
Jika memang ada masalah terhadap besaran subsidi KRL Jabodetabek, Gusti menyarankan Menhub Budi Karya sebaiknya mengusulkan pengalihan subsidi dan kompensasi BBM saja.
"Kalau tidak, presiden dapat mempertimbangkan pengganti yang lebih memiliki keberpihakan terhadap transportasi massal, APBN, dan iklim," pungkasnya.
Sumber : CNN Indonesia