MEDAN - Puluhan massa yang akan mengikuti eksekusi tanah di Jalan Kuda, Medan nyaris saling baku hantam. Pasalnya pengosongan rumah milik Aaw Sioe Kin dan Lim Sun San/Halim Tjipta Sanjaya, Oei Giok Li Ng diduga sarat dengan kejanggalan sehingga mendapat perlawanan warga, Rabu (24/8/2022).
Pantauan di lokasi, tampak sejumlah petugas dari Pengadilan Negeri Medan dan aparat kepolisian bersiaga di lokasi.
Warga yang keberatan dengan eksekusi tersebut menilai eksekusi cacat hukum dan rancu. “Ini Putusan rancu, eksekusi tanah cacat hukum,” teriak warga.
Warga juga mengatakan, pihaknya tidak pernah digugat. “Kami tidak pernah digugat. Kenapa eksekusi,” katanya seraya mengatakan pihaknya tidak percaya lagi dengan hukum jika eksekusi dilakukan.
Aaw Sioe Kin dalam surat keberataan eksekusi tersebut mengatakan bahwa dirinya bukan (tidak Pernah) sebagai pihak tergugat dalam perkara No 270/Pdt.G/2000/PN.Mdn tanggal 31 Januari 2001.Aaw Sioe Kin juga mengakui dirinya tidak pernah mendapat teguran (Aanmaning) dari PN Medan sebagai pemilik Rumah Jalan Kuda No 18 D sebagao Ibjek Ekseskusi, melainkan surat tertanggal 16 Agustus 2022 untuk pelaksanaan eksekusi tanggal 24 Agustus 2022.
Aaw Sioe Kin memperoleh tanah seluas 191 M2, Rumah no 18 D dari Andi Chandra yang dikuasakan kepada Kok Siau Lien berdasarkan surat kuasa yang dilegalisir di Notaris dengan Nomor 1473/Leg/IV/2021 yang bertindak untuk atas nama Andi Chandra dalam Akta jual beli 323/2001 tanggal 9 Mei 2001 yang dibuat dihadapan pejabat pembuat tanag Kotamadya Medan Hustati SJ.
Aaw Sioe Kin memiliki bukti kepemilikan berupa SHM nomor 890/Kel./Pandau Hulu O terletak di Jalan Kuda Nomor 18 D seluas 191 M2.
Seperti diketahui, mencuatnya permasalahan ini membuat sejumlah pihak prihatin, salah satunya dari Dewan Pimpinan Wilayah Jaringan Pendamping Kinerja Pemerintah (DPW-JPKP) Nicodemus Nadeak dan Mabes DPP KSI (Komunitas Sahabat Indonesia).
Nicodemus Nadeak mengingatkan aparat Polrestabes dan Pengadilan Negeri Medan untuk tidak memihak serta segera membatalkan eksekusi yang syarat dangan adanya tekanan dari mafia perkara. Pihaknya meminta Kapolri dan Mahkamah Agung membersihkan oknum-oknum yang bermain dalam permasalahan ini.
“Kita tidak mau intitusi Kepolisian tercoreng begitu juga institusi pengadilan. Kami meminta eksekusi dibatalkan demi hukum dan kita juga mendesak kepada Kapolri dan Menkopolhukam agar menindak oknum-oknum yang terlibat,” katanya.
Nicodemus menilai ada persoalan mendasar dalam kasus ini, dimana aparat tidak jeli sehingga masyarakat mencium adanya dugaan permainan dan tekanan mafia perkara dalam kasus ini.
“Pertama tanah tersebut merupakan milik Halim Tjipta Sanjaya dan sudah berkekuatan hukum sesuai akta jual beli pada 10 Juli 1997. Tanah tersebut semula atas nama Yayasan Sech Oemar Bin Salim Bahadjadj dan statusnya telah menjadi Sertifikat Hak Milik atas nama Halim Tjipta Sanjaya dengan nomor 839/Pandau Hulu I tanggal 4 Februari 1997,” jelasnya. (Rel)