Kami Pagar Tanah Kami, Kenapa Ribut? -->

Advertisement

Advertisement

Kami Pagar Tanah Kami, Kenapa Ribut?

Selasa, 07 Agustus 2018

MEDAN, POC - Penembokan jalan di Sei Belutu Gang Bintang, Medan, menimbulkan protes warga. Lantaran jalan yang tersisa hanya satu meter sehingga kenderaan roda empat tak bisa melintas. Permasalahan itu disampaikan warga ke DPRD Medan di fraksi Demokrat, kemarin. Warga meminta agar legislatif memfasilitasi untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Soalan itu pun dibantah keluarga pemilik lahan yang melakukan pemagaran jalan, Abdullah Syarif Sembiring saat mendatangi ruangan Komisi D DPRD Medan, Selasa (7/8/2018).
Keluarga Abdullah Syarif yang diwakili dua kakaknya, Enderia Beru Sembiring dan Siti Aman beru Sembiring menuturkan, mereka melakukan pemagaran jalan karena berada di atas lahan keluarga.
"Sejak 50 tahun lalu itu tanah kami dan milik bapak kami almarhum Sembuh Sembiring. Selama ini kami adik beradik tinggal di Jakarta, dan rumah didiami oleh kakak kami yang sekarang sudah meninggal dunia," jelas Siti.
Ibu berhijab ini menambahkan, sejak kakaknya meninggal, rumah peninggalan orangtuanya tersebut dikontrakkan.
Selama hampir 10 tahun dikontrakkan, keluarga berencana mengurus surat tanah ke BPN. "Kami dihimbau untuk membataskan tanah kami, makanya kami bangun pagar batu. Herannya tanah kami itu udah dibangun aspal. Waktu pemagaran, warga disitu melarang kami. Beberapa hari kami bangun pagar, pagi-paginya udah rubuh. Saya gak tau siapa yang melakukan, tapi waktu itu saya langsung melapor ke Babinsa setempat," tutur wanita parobaya ini.
Siti mengisahkan, almarhum bapaknya mewakafkan tanah mereka sekitar satu setengah meter untuk jalan. "Dulu disitu merupakan jalan tikus, jadi almarhum bapak saya mewakafkan satu setengah meter untuk jalan umum. Kakak kami yang tinggal di rumah itu sakit-sakitan, jadi dia gak tau areal tanah kami diaspal sampai lebih 3 meter," ujarnya mengaku mengetahui hal itu setelah kakaknya meninggal dunia.
"Ini kan aneh, kami memagar tanah yang merupakan milik keluarga. Kok malah diprotes. Jalan yang diwakafkan almarhum bapak kami tetap kami berikan satu setengah meter. Kami juga gak ingin almarhum bapak tersiksa gara-gara ini. Kami pagar tanah sendiri, kenapa diributkan?" katanya bingung.
Kedatangan dua bersaudara yang ditemani seorang ponakannya ini ke Komisi D untuk mencari tahu kapan digelar rapat dengar pendapat (rdp). "Kami kan tinggal di Jakarta, jadi kami datang untuk mengetahui kapan pertemuan digelar dewan. Kami tahu ada laporan warga ke DPRD setelah membaca koran," ujarnya.
Sementara Ketua Komisi D Parlaungan Simangunsong yang dikonfirmasi via seluler menyebutkan, pihaknya menjadwalkan rdp di hari Selasa (14/8/2018).
"Ya kami jadwalkan rdp tanggal 14 ini. Kami memanggil warga yang menolak adanya penembokan jalan, pemilik tembok, satpol PP, pihak Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Selayang, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPMPTS),"sebut Simangunsong.
Politisi Demokrat ini menegaskan, pihaknya bukan membahas asal muasal tanah. Namun untuk memfasilitasi pertemuan warga dengan pemilik tanah. Sekaligus mencari tahu, apakah penembokan tersebut sudah memiliki izin.
"Kami bukan menyoalkan tanah tersebut milik siapa? Tapi hanya ingin mengetahui apakah pembangunan tembok atau pagar sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku di Kota Medan. Karena pembangunan apapun harus memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan salah satu syaratnya mendapat tandatangan persetujuan tetangga kiri dan kanan, muka dan belakang,"pungkas Parlaungan. (maria)