Politik Identitas, Uang dan Berita Hoaks Masih Mendominasi di Pemilu 2019 -->

Advertisement

Advertisement

Politik Identitas, Uang dan Berita Hoaks Masih Mendominasi di Pemilu 2019

Minggu, 06 Januari 2019

MEDAN, POC - Dalam menghadapi konstelasi politik pada Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) pada April 2019 mendatang, masyarakat diprediksi akan tetap disuguhi beberapa persoalan krusial diantaranya politik identitas, berita hoaks dan politik uang.

Bahkan hal yang patut dikuatirkan pada tahun politik ini, diprediksi situasi pemilu serentak 2019 jauh lebih buruk dibandingkan Pemilu 2014 yang lalu. 

 Hal itu dikatakan pengamat politik Sumatera Utara, H Dadang Darmawan Pasaribu S.Sos M.Si menyikapi beberapa persoalan yang bakal dihadapi masyarakat perihal menghadapi pemilu serentak yang dilaksanakan pada April 2019 mendatang, saat ditemui di Medan, Jumat (4/1/2019).

 Dadang yang juga dosen di Fakultas Ilmu Sosial Politik di USU, UMA dan UISU ini menjelaskan politik identitas akan terus menguat. Setelah Pilkada DKI kemarin, lalu dilanjutkan dengan Pilgubsu, politik identitas terus mengeruk belahan akar rumput. "Politik identitas akan semakin menguat keterbelahan masyarakat di akar rumput pada kontestasi pemilu 2019," ucapnya. 

Calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Dapil Sumut ini menambahkan, politik identitas di tahun 2019, akan jauh lebih buruk dibandingkan pada pemilu sebelumnya. Selain politik identitas, berita hoaks akan selalu tumbuh dan berkembang di masyarakat.

Munculnya berita-berita hoaks diakibatkan antusias penggunaan media sosial dimasyarakat yang tinggi akan dimanfaatkan oleh para pihak untuk membangun pencitraan-pencitraan yang sebenarnya jauh dari realitas yang ada ditemukan masyarakat. 

"Dari catatan kita, fenomena yang saat ini kita temukan adalah disuguhinya citra diri ketimbang fakta. Media sosial akan jadi media yang sangat optimum dimanfaatkan oleh berbagai pihak dalam kerangka mempengaruhi politik elektoral. Tapi, media sosial juga alat untuk meninggalkan apa yang kita sebut fakta objektif selama ini,"sebut Dadang.

Karena apa, lanjutnya, karena melalui media sosial, fakta-fakta objektik itu disingkirkan. Yang muncul adalah pencitraan-pencitraan yang itu sebenarnya jauh dari realitas masyarakat. Contoh misalnya, berita-berita hoaks akan bermunculan. Karena itu bagian dari agitasi propaganda bagi masing-masing pihak.

"Dan itu dimakan oleh masyarakat sehingga hal tersebut akan meninggalkan fakta-fakta objektif yang sebetulnya hal itu yang harus kita suguhkan ke masyarakat. Jadi bisa dibayangkan bagaimana kisruhnya dengan situasi realitas yang sebenarnya," jelas pria yang dinobatkan sebagai Calon DPD RI yang memiliki harta termiskin di Indonesia versi laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

Dia menerangkan, dipastikan politik uang akan tetap berjalan di 2019. Apakah itu di Pileg, di DPD maupun di Pilpres walaupun dengan pola yang berbeda-beda.  Tetapi, realitas dilapangan, politik uang itu tetap menjadi instrumen untuk transaksi politik antara pemilih dengan yang dipilih.

"Dengan situasi tersebut, kita akan memperoleh gambaran 2019 yang menurut saya akan lebih buruk ketimbang sebelumnya. Situasi dari 2014 ke 2019, ada hal-hal yang tidak muncul di 2014 namun muncul di 2019. Seperti yang saya sebutkan tadi. Seperti citra diri dibandingkan fakta, lalu politik identitas dan lainnya. Oleh karena itu menurut saya, iklim politik di 2019 lebih panas, lebih turbolensi ketimbang dari sebelum-sebelumnya. Karena itu, dituntut kesiapsiagaan dari pemerintah, aparat hukum dan penyelenggara pemilu untuk hal-hal yang krusial dan kemudian menetralisir sehingga kita akan lewati politik di April 2019 ini dengan damai dan tidak mengorbankan masyarakat," tegasnya. 

Kepada masyarakat, Dadang berharap agar lebih tenang, lebih bijak dan lebih sabar melihat situasi saat ini. Sehingga dalam mengambil suatu kesimpulan memilih siapa yang pantas untuk dipilih dalam konstelasi pilpres dan pileg 2019 mendatang, tidak dalam keadaan emosional. 

"Bermedia sosial dan berwacana sosial bagi masyarakat dibutuhkan sifat kearifan dan kesabaran untuk tidak cepat mengambil keputusan atau kesimpulan. Sebelum memeriksa semua berita yang dikonsumsi, sebaiknya kita pilah-pilah dahulu mana yang baik dan mana yang tidak baik. Dengan begitu, masyarakat turut serta mengamankan dan menyamankan situasi politik di 2019 ini," ujarnya mengakhiri. (maria)